Pendopo/Gedung Serba Guna Emaus
Ketika
pada tahun 1994 akan dimulai rencana Renovasi Keempat gereja Puh Sarang
timbul permasalahan bagaimana menyediakan tempat ibadat untuk umat
di Puh Sarang maupun para peziarah yang mulai banyak berdatangan sejak
diadakan Novena Bunda Maria pada bulan Oktober 1994? Di samping itu
merenovasi gereja yang antik tidak mudah, memang membongkarnya mudah
tapi bagaimanakah mempertahankan dan mengembalikan ke bentuk aslinya
seperti pada tahun 1936?
Tim Pembangunan Keuskupan Surabaya bersama Uskup Surabaya berpendapat
bahwa perlu dibangun sebuah gedung yang besar yang bisa menampung
para peziarah pada saat Novena yang diadakan tiap bulan, mulai Oktober
sampai dengan bulan juni setiap tahunnya, dan juga sebagai pengganti
gereja yang lama kalau nanti dibongkar untuk direnovasi.
Disepakati bahwa yang dibangun bukan gedung gereja baru, karena sudah
ada gereja lama yang cukup indah, tapi membangun sebuah Gedung Serba
Guna, yang bisa digunakan untuk bermacam-macam keperluan : untuk ibadat,
untuk pertemuan umat juga untuk acara yang tidak serius seperti untuk
acara hiburan dan lain-lain.
Dengan demikian fungsi teater yang dulu pernah ada di Puh Sarang,
yakni di ampiteater yang sudah hilang dan tidak ada lagi sejak tahun
1955 dan ditimbun menjadi taman, diambil alih oleh Gedung Serba Guna.
Menghidupkan dan membangun kembali ampiteater kiranya tidak menguntungkan
lagi, mengingat terbatasnya lahan yang ada, serta sekarang ini acara-acara
di televisi jauh menarik daripada sandiwara atau toneel klasik.
Gedung Serba Guna merupakan bengkel latihan dan uji coba untuk merenovasi
gereja lama. Kalau dulu kala Ir. H. Maclaine Pont menggunakan pengalamannya
dan keahliannya membangun museum di Trowulan untuk membangun Gereja
Puh Sarang, maka sekarang dengan membangun gedung serba guna ini diharapkan
para perancang, para insinyur dan para tukang yang membangun gedung
serba guna ini mempunyai pengalaman dan keahlian yang bisa dimanfaatkan
untuk merenovasi gereja.
Oleh karena itu gedung Serba Guna ini dibangun dengan struktur dan
arsitektur mirip Gereja Puh Sarang, yaitu atapnya menggunakan bentangan
baja, tidak menggunakan usuk dan reng kayu seperti biasanya, bentuk
gentingnya juga khas seperti di gereja yang lama.
Gedung Serba Guna dibangun mirip Perahu dan Gunungan, Hanya saja kalau
dalam gereja lama, Bangunan Induk besar dan penuh relief, maka sekarang
dibuat lebih sederhana, Bangunan Pendapa yang dalam gereja lama hanya
kecil justru dibuat besar untuk bisa menampung banyak umat.
Ternyata percobaan ini berhasil sehingga ketika mengadakan renovasi
yang keempat dengan mudah hal itu dapat dilaksanakan sebab para perancang
dan para tukang sudah berpengalaman.
Tanggal 12 Oktober 1997 diadakan peletakan batu pertama dimulainya
pembangunan Gedung Serba Guna oleh Uskup Surabaya, Mgr. Johanes Hadiwikarta
bersamaan dengan pembukaan Novena pada bulan Oktober. Rancangan gedung
serba guna dibuat oleh Ir. A.S. Rusli, Ir. Yohan Budi Santosa dan
Ir. Harry Widayanto. Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan oleh Ir.
Harry Widayanto dibantu oleh Ir. Djoko, Bp. Bernard dan para tukang.
Disamping pembangunan Gedung Serba Guna juga dicari sumber mata air,
dan puji Tuhan di lokasi tersebut ditemukan dua buah sumber mata air
yang cukup besar. Juga dibangun kamar mandi dan toilet atau WC untuk
para peziarah. Setelah berjuang dengan susah payah maka akhirnya Gedung
Serba Guna ini, genap setahun dari saat peletakan batu pertama, yakni
pada tanggal 11 Oktober 1998 Gedung Serba Guna diberkati oleh Uskup
Surabaya bersamaan dengan pembukaan Novena bulan Oktober 1998. Sesudah
pemberkatan dan peresmian maka atas prakarsa Romo Katijanarsa, CM,
pastor paroki waktu itu diadakan pesta untuk rakyat dengan mengundang
Reog Ponorogo dan pada malam harinya diadakan pentas Wayang Wahyu
dengan dalang Romo Justinus Slamet, O.Carm, dengan para pengrawit
dan waranggana dari stasi Slorok, Blitar.
Dengan demikian kalau dulu pada awal berdirinya Puh Sarang ada teater
yang mementaskan drama dari naskah Kitab Suci, maka pada malam itu
dipentaskan wayang yang mengambil tema dan gagasan dari Kitab Suci.
Di samping bentuknya yang unik ada keistimewaan lain dari gedung serba
guna ini sebab Mimbar yang digunakan berasal dari batang pohon hidup
yang dimatikan dan diberi obat supaya tahan terhadap rayap dan lain-lain.
Kursi kursi di altar baik untuk para imam maupun para putra Altar
dibuat dari batang pohon-pohon yang ada dalam lokasi, demikian pula
tiang penyangga altar juga dibuat dari batang-batang kayu dari pohon
besar yang dulu tumbuh di lokasi yang yang sekarang ini sebagai simbol
adanya kesinambungan atau kontinuitas antara masa sekarang dengan
masa lampau.
Di belakang altar dibuat relief yang menggambarkan kota Yerusalem
dan bukit Gologota di mana Yesus dulu disalib. Relief ini merupakan
karya Bapak Bernard.
Waktu diresmikan Gedung Serba Guna belum "dibaptis" maka
pada awal Millenium Ketiga yakni sejak tanggal 26 Januari 2001 diberi
nama : PENDOPO / GEDUNG SERBA GUNA EMAUS. Mengapakah dipilih nama
Emaus sebab di Emaus ini para murid berkumpul dan bertemu dengan Yesus
yang telah bangkit (lih. Luk. 24:13-35).
Bagaimanakah
pemakaian gedung serba guna sekarang ini? Setiap Minggu secara rutin
pada pukul 11.00 WIB diadakan Misa untuk Umat Puh Sarang, yang juga
terbuka untuk umat lainnya. Di tempat ini sering dirayakan Ekaristi
untuk macam-macam kelompok umat.
Gedung Serba guna juga sering dipakai untuk rapat atau pertemuan,
bahkan juga beberapa kali dipinjam oleh masyarakat umum yang bukan
Katolik. Bila malam tiba dan pada malam Jumat Legi juga menjadi tempat
penginapan atau tempat untuk tidur bagi para peziarah. Apakah ini
tidak mengurangi kesakralan tempat ini? Tempat ini memang direncanakan
untuk dipakai macam-macam kegiatan baik yang keagamaan maupun bukan.
Boleh dikatakan Pendopo atau Gedung Serba Guna Emaus ini memenuhi
fungsi seperti yang diharapkan waktu membangun gedung ini.