Tourism Destinatons
Legenda Telaga Pasir
Kyai Pasir dan Nyai Pasir adalah pasangan yang hidup di hutan gunung Lawu. Mereka berlindung di sebuah rumah (pondok), di lereng gunung Lawu, sebelah timur. Pondok yang mereka tempati terbuat dari kayu dan atap dedaunan hutan. Walaupun sangat sederhana, tapi mereka sangat nyaman dan aman dari gangguan yang ada di hutan. Selain itu, mereka telah tinggal di hutan cukup lama sehingga, mereka memiliki pemahaman yang cukup tentang situasi dan lingkungan sekitar dan bagaimana caranya untuk mengatasi semua masalah.
Suatu hari, Kyai Pasir pergi ke hutan sebagai kegiatannya sehari-hari. Tiba-tiba, Kyai Pasir terkejut karena ia menemukan telur ayam tergeletak di bawah pohon, yang akan dipotong. Dia melihat telur itu dengan hati-hati, sejenak bertanya di dalam hatinya, telur apa yang ia telah ditemukan ini. Meskipun di sekitarnya tidak melihat hewan unggas, yang biasanya meletakkan telur. Tanpa berpikir apapun, Kyai Pasir segera kembali membawa telur dan memberikannya kepada istrinya.
Akhirnya kedua pasangan sepakat untuk memasak telur itu. Setelah memasak, Nyai Pasir memberikan setengah dari telur kepada suaminya. Kyai Pasir makan telur tersebut dengan lahap. Kemudian Kyai Pasir pergi ke peternakan untuk melanjutkan pekerjaannya.
Pada perjalanan kembali ke ladang, Kyai Pasir masih merasakan nikmat telur yang baru saja dimakannya. Tapi ketika ia tiba di peternakan, tubuhnya terasa begitu panas, kaku dan sangat sakit. Matanya berkunang-kunang dan keluar keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.
Tekanan ini datang tiba-tiba, sehingga Kyai Pasir tidak mampu menahan rasa sakit dan akhirnya terjatuh ke tanah. Dia kebingungan karena hampir seluruh bagian tubuh kaku dan sakit. Tiba-tiba, tubuhnya telah berubah bentuk menjadi seekor naga besar, dan sangat menakutkan. Naga itu berguling tanpa terhenti.
Dikisahkan, Nyai Pasir yang tinggal di rumah dan yang juga makan setengah dari telur, memiliki kondisi yang sama seperti yang dialami oleh Kyai Pasir. Seluruh bagian tubuhnya menjadi kaku dan sakit.
Karena tekanan ini akhirnya Nyai Pasir pergi ke ladang untuk menemui suaminya untuk meminta bantuan. Tapi bukan suaminya yang ditemui, tapi naga menakutkan dan mengerikan. Nyai Pasir terkejut dan ketakutan ketika dia melihat naga tersebut.
Tetapi karena rasa sakit yang menyerangnya akan lebih parah, Nyai Pasir tidak mampu tinggal lagi dan terjatuh ke tanah. Lalu, sama dengan suaminya, tak lama Nyai Pasir pun telah berubah menjadi seekor naga besar, dengan gigi panjang dan sangat mengerikan.
Kedua naga tadi terus menerus berguling dan menyebabkan tanah dibawahnya berbentuk seperti cekungan, semakin berongga dan mendalam. Dalam cekungan tanah yang begitu mendalam dan luas tersebut keluarlah semburan air yang besar yang bersinar di mana-mana. Dalam waktu singkat, lubang atau cekungan tadi telah penuh dengan air dan Kyai Pasir merubah pertanian menjadi kolam besar yang disebut 'Telaga' (Danau). Danau ini oleh masyarakat lokal pertama adalah bernama 'Telaga Pasir' (Danau Pasir), karena Kyai Pasir dan Nyai Pasir lah yang membuat danau ini.
The Crowd In Ledug Suro Ceremony
Ledug Suro Ledug suro is one of annual ceremonial that being held in some regencies in each province in Indonesia. Each provinces are having different names but have the same purpose. This Ledug Suro is particularly known for Magetan Regency. Ledug Suro is having purpose to celebrate the year of Saka, which starting on 1st Suro. The word Ledug Suro is taken by Lesung Suro and Bedug Muharam (Ledhug), which is drum that continually and it is been combined by the sound of gong and more instruments that make unique…
Sarangan Lake
Sarangan Lake Telaga Sarangan is also known as sand lake, is a natural lake that lies at the foot of Mount Lawu, Plaosan district , Magetan regency, East Java. Located about 16 kilometers west of the city Magetan, Sarangan is having 30 acres and and 28 meters depth. With air temperatures between 18 and 25 degrees Celsius, Telaga Sarangan able to attract hundreds of thousands of visitors each year. The atmosphere is obviously become the most interesting place for the downtown people. Telaga Sarangan is Magetan’s tourism. Around the lake,…
Ledhug Suro Ceremony, Magetan
Ledhug Suro There are so many ways that being held by the local government to celebrate the new year of Hijriah. At Jogjakarta there is Sekaten, at Solo (Central Java) there is Grebeg Syuro because it coincidently come with the change of Java’s year which starting from Suro. Any other places like Sukabumi (West Java) is also celebrate this Islamic new year by doing Larung. In Magetan, East Java, in order to attract the visitors to come, they make “Ledhug”. Lesung Suro and Bedug Muharam (Ledhug) is typical of drum…
Sadon Temple
Sadon Temple Sadon temple or Reog temple is located in Sadon hamlet, Cepoko village, Panekan sub-district, Magetan. The local inhabitants are familiar with Reog temple than Sadon temple. It precisely located on 3 km from Magetan city. This temple was a relic of Majapahit kingdom, that was Shiva Temple, but it is not known exactly when and on what purpose this temple was made. This temple was discovered by a Dutch researcher named Hupermand on 1866, in a state that was not perfect anymore. In 1969, with the supported by…